make cash

Kirimkan Donasi (Sumbangan) Anda Disini ...

FREE Traffic Exchange
Riri. Diberdayakan oleh Blogger.

Minggu, 09 Oktober 2011

Pemberdayaan Petani Pemakai Air (P3A)

Makna Pemberdayaan, Pemberdayaan Perkumpulan Petani Pemakai Air: adalah upaya memfasilitasi perkumpulan petani pemakai air meningkatkan kinerja dalam pengelolaan irigasi di tingkat usaha tani, menuju organisasi perkumpulan petani pemakai air tingkat mandiri yang berkelanjutan, Peningkatan kinerja ini bukan semata-mata memberi modal uang atau materi untuk berjalannya organisasi perkumpulan petani pemakai air, tetapi lebih-lebih dengan menambah berbagai aspek pengetahuan dan keterampilan serta pembenahan sikap melalui program pelatihan yang terkait dengan tata guna air ditingkat usaha tani. Pelatihan meliputi bidang teknis irigasi,pertanian dan pengembangan organisasi perkumpulan petani pemakai air serta materi pendukung. Pemberdayaan secara harafiah memang bermakna melakukan upaya-upaya peningkatan kondisi fisik prasarana, pengetahuan dan keterampilan yang menyebabkan lebih berfungsi dan berdaya dari sebelumnya.

Langkah Pemberdayaan.
  1. Sebelum melaksanakan pelatihan perlu dilakukan langkah identifikasi kelemahan apa yang didapatkan pada perkumpulan petani pemakai air yang bisa dijadikan bahan pelatihan. Identifikasi ini dapat dilakukan dengan melakukan survai langsung kepada para petani dan pemuka masyarakat setempat mengenai kebutuhan petani, kemudian menentukan tujuan pelatihan;
  2. Menyusun perencanaan pelatihan tata guna air yang mengacu pada kebutuhan petani dalam pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air;
  3. Menyusun rencana pelatihan bagi calon instruktur tata guna air;
  4. Mencari calon instruktur tata guna air yang mempunyai bekal pengetahuan cukup dalam tata guna air serta membicarakan dengan instruktur pelatihan untuk calon instruktur tata guna air bagi pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air, perihal cara mencapai tujuan pelatihan;
  5. Menyiapkan modul pelatihan calon instruktur tata guna air dengan memilih sejumlah modul yang tepat;
  6. Membicarakan isi pokok bahasan modul dengan pengajar, difokuskan pada upaya meningkatkan kemampuan calon instruktur dalam menjawab pertanyaan serta kebutuhan petani dan bisa menjadi fasilitator handal dalam kegiatan kelompok untuk menyelesaikan masalah tata guna air di tingkat usaha tani;
  7. Inti dari pengembangan pemahaman atas hak dan kewajiban dalam proses pengelolaan irigasi di tingkat tersier tersebut adalah bahwa petani dapat berperan aktif dalam usaha meningkatkan kesejahteraan bersama;
  8. Kepada petani perlu ditunjukkan cara dan tempat yang tepat untuk menggunakan hak dan melaksanakan kewajiban secara seimbang dalam pengelolaan sumber daya air di daerahnya. Pendayagunaan sumber daya alam didaerah harus dipahami benar manfaatnya dan konsekuensi serta dampaknya agar fungsinya berkesinambungan;
  9.  Upaya melestarikan fungsi Jaringan irigasi memerlukan kegiatan bersama yang terorganisir dan dilandasi sikap anggota yang saling membantu;
  10. Calon instruktur harus disiapkan untuk mampu membimbing cara penyampaian pendapat melalui Diskusi dan memfasilitasi Curah Pendapat dalam forum perkumpulan pertani pemakai air. Para anggota perkumpulan petani pemakai air diajak untuk belajar hidup bersama dalam organisasi yang menghormati pendapat dan usulan rekan atau anggota lainnya;
  11. Pemberdayaan masyarakat juga mencakup pemahaman atas kebijakan baru Pemerintah dalam pengelolaan Irigasi pada umumnya yang partisipatif; yang berarti ada pembagian wewenang dan tanggung jawab antara Pemerintah dan masyarakat, dan antara Pemerintah pusat dengan daerah; dan
  12. Pemberdayaan perkumpulan pertani pemakai air membutuhkan upaya peningkatan pengetahuan, peningkatan ketrampilan, dan perubahan sikap terhadap lingkungan, yang membuka peluang ke peningkatan kinerja.
Kebijakan Pembangunan Irigasi
  1. Kebijakan pembangunan bidang sumber daya daya air khususnya pembangunan irigasi diwaktu yang lampau ditandai dengan berbagai keberhasilan dan kegagalan, yang perlu dijadikan pelajaran dalam melaksanakan pembangunan kedepan;
  2. Salah satu yang merupakan kegagalan adalah kenyataan bahwa banyak jaringan irigasi yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya setelah selesai dibangun dan dimanfaatkan beberapa tahun;
  3. Petani pemakai air masih belum bisa mandiri dalam mengelola Jaringan irigasi di tingkat tersier secara efisien dan mandiri;
  4. Ada sejumlah alasan mengapa diperlukan perubahan kebijakan pembangunan termasuk pembangunan irigasi guna peningkatan efisiensi pengelolaan irigasi melalui pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air antara lain:
  • peningkatan jumlah penduduk yang sangat cepat sementara produksi pangan meningkat dengan lambat;
  • pengurangan areal sawah beririgasi di daerah lahan produktif;
  • kerusakan lingkungan yang berakibat banjir dan kekeringan silih berganti; dan
  • pemanfaatan air dan sumber air belum didasarkan Rencana Induk Pengelolaan Sumber Daya Air pada Satuan Wilayah Sungai yang disusun secara mantap mengikuti pola berwawasan lingkungan.
Pembangunan Irigasi dengan Paradigma Baru, Paradigma baru pembangunan Sumber daya air merupakan realisasi dari Undang-undang No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan di Daerah yang intinya memberikan otonomi kepada daerah sebagian dari wewenang pemerintah pusat, dan Undang-undang No.7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, maka sebagian wewenang Pengelolaan Sumber Daya Air dilimpahkan kepada daerah dan masyarakat.

  1. Sebagai wujud dari peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air/irigasi, maka pada setiap tahapan pembangunan selalu dilakukan Pertemuan Konsultasi Masyarakat, dimana masyarakat dminta memberi masukan terhadap program pembangunan, atau usulan program dapat dari rakyat;
  2. Pemerintah harus berfungsi sebagai “pemberdaya” atau “enabler” kepada masyarakat di daerah didalam proses pembangunan;
  3. Selain diingatkan akan menggunakan haknya dalam proses pembangunan, masyarakat juga perlu diingatkan melaksanakan kewajibannya untuk secara bersama menjaga kelestarian fungsi hasil pembangunan dan sumber daya air;
  4. Pelaksanaan pembangunan dengan paradigma baru tersebut lebih menitik beratkan pada pembangunan oleh rakyat dan untuk rakyat, secara menyeluruh termasuk langkah pelestarian lingkungan agar hasil pembangunan dapat berfungsi secara berkelanjutan;
  5. Paradigma baru ini muncul karena menganggap bahwa pembangunan itu dilakukan untuk tujuan pengembangan manusia dan kemanusiaannya sehingga keberadaan manusia dan kemanusiaan tersebut lebih penting dari pembangunannya itu sendiri;
  6. Bahwa Pengelolaan Irigasi di Tingkat Usaha Tani atau Tersier tidak dapat dipisahkan dari Pengelolaan irigasi Tingkat Primer dan Sekunder, secara keseluruhan, serta kelestarian fungsi sumbet airnya, sungai ke bagian hulu; dan
  7. Lebih jauh bahwa dengan melibatkan masyarakat sejak awal pem-bangunan, diharapkan masyarakat yang menerima manfaat mempunyai rasa memiliki dan rasa tanggung jawab atas kelestarian fungsinya.
Fenomena yang muncul berupa tuntutan masyarakat sebagai pemicu munculnya paradigma baru pembangunan adalah:
  1. penegakan hak azasi manusia;
  2. proses demokratisasi;
  3. penegakan hukum;
  4. desentralisasi;
  5. partisipasi;
  6. keseimbangan lingkungan; dan
  7. pengelolaan sumberdaya air secara menyeluruh dan berkelanjutan.
Bahwa semua penerima manfaat air, utamanya Petani sawah beririgasi perlu berperan dalam proses dan kegiatan penghematan air dan penyelamatan sumber air, sebagai bagian dari upaya Pengelolaan Sumber daya Air yang berkelanjutan. Dalam konteks pembangunan dan pengelolaan sumber daya air yang didasarkan pada paradigma baru tersebut diharapkan memunculkan pengertian pengertian dan dengan demikian menumbuhkan sikap baru :

  1. bahwa air keberadaannya tidak dapat terpisahkan dari hukum alam dalam bentuk siklus hidrologi Bahwa air sebagai bentuk karunia Tuhan Yang Maha Esa selain mempunyai nilai sosial juga bernilai ekonomi, sehingga dalam beberapa hal air menjadi masukan dalam proses usaha ekonomi;
  2. Setiap manusia mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk memperoleh air yang dibutuhkan secara sepadan dan menjaga keberlanjutan fungsi air dan sumber air secara bersama, baik dalam skala jumlah, mutu dan waktu;
  3. Pembangunan dan pengelolaan irigasi menjadi bagian dari pengembangan sumber daya air yang dilakukan secara menyeluruh;
  4. Pentingnya partisipasi masyarakat dalam setiap kegiatan pembangunan dan pengelolaan sumber daya air termasuk irigasi, dari mulai proses perencanaan, pengambilan keputusan sampai pengawasan, monitoring dan evaluasi; dan
  5. Pentingnya pelaksanaan desentralisasi dan otonpomi daerah sebagai salah satu upaya penghargaan terhadap hak & kepentingan masyarakat setempat dengan keragaman sosial-budaya masyarakat dan lingkungan strategis.
Pelaksanaan pembangunan irigasi dengan paradigma baru yang berorientasi pada pembangunan kemanusiaan dengan pengertian-pengertian di atas menekankan azas pemberdayaan masyarakat dalam arti dan definisi sebagai suatu proses yang mengembangkan dan memperkuat kemampuan masyarakat untuk terus dapat memberikan manfaat dalam proses pembangunan irigasi yang dinamis secara bertanggung jawab. Kecenderungan munculnya paradigma baru dalam pembangunan tersebut sebenarnya tidak hanya terjadi di dalam negeri saja tetapi sudah merupakan fenomena global dan terjadi diseluruh dunia yang berlangsung sejak akhir dasa warsa ’80-an. Munculnya paradigma pembangunan yang baru juga telah memunculkan metode-metode baru tentang bagaimana agar dapat melaksanakan pembanguan dengan memakai paradigma baru, seperti misalnya penggunaan, metode untuk mengukur keberlanjutan lingkungan, dengan Metode Penaksiaran Dampak Lingkungan (Environmental Impact Assessment, EIA), serta metode pengumpulan dan penaksiran kebutuhan masyarakat melalui metode partisipasi seperti Penjajagan Cepat Kondisi Pedesaan, PCKP (Rapid Rural Appraisal, RRA), dan Penjajagan Kondisi Pedesaan Partisipatif, PPKP (Participatory Rural Appraisal, PRA). Secara konkrit pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air dalam pengelolaan irigasi berarti meningkatkan kemampuan dan ketrampilan dalam pengelolaan Tata Guna air menuju P3A yang Mandiri. Karena paradigma pembangunan baru muncul secara global, maka pada awal dasa warsa ’90-an pun metode-metode tersebut masuk ke Indonesia dan sudah dilaksanakan oleh beberapa departemen. dalam lingkup pembangunan irigasi misalnya telah dilaksanakan oleh Departemen Pertanian dalam bentuk Sekolah Lapangan Tata Guna Air (SLTGA), Departemen Pekerjaan Umum dengan memakai metode Kunjungan Tindak Lanjut (KJL) yaitu suatu metode pelatihan yang menggunakan prinsip-prinsip PRA dalam pelaksanaannya. Meskipun demikian hasil pelaksanaannya belumlah dapat disebut sebagai pemberdayaan masyarakat dalam arti yang sebenamya. Tuntutan terhadap pelaksanaan pembangunan dengan paradigma baru termasuk pembangunan irigasi bertambah kuat seiring dengan maraknya tuntutan reformasi dalam kehidupan sosial-politik di negara kita. Untuk itu pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

Pembangunan dengan Paradigma Lama, Sewaktu pemerintahan Orde Baru, kebijakan pemerintah dalam pembangunan sumber daya air diarahkan untuk memotong garis kemiskinan dengan menaikkan produksi pertanian melalui program pencapaian swa sembada beras. Maka untuk itu pemerintah (Pusat) melakukan pembangunan irigasi sebagai titik berat pembangunan sumber daya air. Kebijakan pemerintah tersebut selaras dengan paradigma pembangunan atau konsep dasar berpikir yang dianut pada waktu itu yaitu berupa pencapaian pertumbuhan ekonomi sebesar-besarnya. (Paradigma lama). Pemerintah berlaku seolah-olah sebagai penyedia (“provider”) sarana irigasi sementara daerah atau masyarakat menerima saja hasil pembangunan. Memang sampai waktu tertentu pembangunan bisa mencapai swasembada pangan, namum ternyata tidak berlanjut karena beberapa sebab. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya kegiatan pemeliharaan hasil pembangunan yang mestinya dilaksanakan oleh masyarakat yang memperoleh manfaat dari hasil pembangunan bersama pemerintah. Pembangunan dengan paradigma lama dilaksanakan dengan:
  1. Secara terpusat;
  2. Berorientasi target;
  3. Pendekatan atas bawah; dan
  4. Seragam baik program pembangunannya sendiri maupun cara pelaksanaannya.
Pembangunan secara terpusat dan seragam pada awalnya dapat dilaksanakan dengan baik, sehingga tujuan pembangunan sektor pengembangan sumber daya air (irigasi) berupa swasembada beras dapat tercapai namun tidak berlangsung lama. Masyarakat banyak yang kurang mempunyai rasa memiliki hasil pembangunan tersebut sehingga tidak merasa wajib ikut memelihara kelestarian fungsinya. Kelemahan-kelemahan pembangunan dengan paradigma lama adalah:
  1. Penyelanggaraan pembangunan secara seragam di seluruh Indonesia, akan sangat bertentangan dengan keragaman sosial budaya dan lingkungan strategis setempat;
  2. Pelaksanaan pembangunan dengan pendekatan atas bawah dan terpusat menunjukkan adanya dominasi pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan sehingga sangat memperkecil peran masyarakat setempat; dan
  3. Pelaksanaan pembangunan sangat berorientasi target yang terukur sacara fisik, dan tidak berorientasi pada proses, akibatnya adalah bahwa pembangunan fisik sangat terlepas dari konteks pembangunan masyarakat sabagai pemanfaat hasil pembangunan.

Kurangnya perhatian dan koordinasi masyarakat dan instansi Pemerintah dalam kegiatan pemeliharaan irigasi dan lingkungan dalam wilayah sungai yang potesiil untuk sumber produksi pangan.

Diharapkan dengan peningkatan peran serta masyarakat utamanya petani dalam pengelolaan irigasi/SDA bisa memberi lebih dampak positif. Pelaksanaan pembangunan dengan memakai metode atas-bawah, seragam, dan sentralistik dengan beberapa kelemahan yang telah disebutkan mempunyai akibat dan dampak yang luas pada masyarakat pemakai dan pemanfaat jaringan irigasi. Ketergantungan masyarakat terhadap peran pemerintah yang sangat besar juga menyebabkan beban pemerintah untuk melaksanakan Operasi dan Pemeliharaan sistem irigasi yang sudah dibangun menjadi sangat besar sehingga menyebabkan kondisi sistem jaringan yang sudah ada menjadi lebih buruk dan mengancam keberlanjutan fungsi sistem irigasi tersebut. Pertumbuhan ekonomi masyarakat yang semula dijadikan sasaran pembangunan irigasi menjadi tidak terwujud. Selain ketergantungan yang bersifat ekonomi dan finansial, ketidak-mandirian masyarakat juga terjadi dalam aspek sosial dengan ditunjukkan oleh ketidakmampuan masyarakat untuk menyelesaikan konflik serta masalah-masalah sosialnya secara mandiri. Pada pemerintahan Orde Baru yang lalu upaya untuk mengatasi masalah tersebut sebenamya sudah dilakukan, yaitu melalui Maklumat Kebijakan Pemerintah tahun 1987 tentang Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi. Inti dan Maklumat Pemerintah tahun 1987 tersebut adalah adanya keinginan pemerintah untuk melakukan Penyerahan Irigasi Kecil (Daerah Irigasi < 500 ha) kepada masyarakat dan pemungutan luran Pelayanan Irigasi (IPAIR) untuk DI >500 ha. Meskipun kedua kebijakan tersebut dikeluarkan untuk mengatasi kelemahan kelemahan yang timbul tetapi karena pelaksanaannya masih tetap mengacu pada paradigma lama maka kedua kebijakan tersebut setelah lebih dan 10 tahun berjalan tidak dapat mencapai tujuan.

Pemberdayaan Organisasi Petani Sebagaimana halnya dalam pengelolaan irigasi,pelaksana terpusat, pendekatan atas bawah dan seragam, juga dilakukan pada pembangunan perangkat lunak yang berupa penyusunan perangkat hukum dan pembentukan organisasi petani;
  • Menurut teori tentang organisasi suatu organisasi akan dapat berjalan dengan baik apabila unsur-unsur dalam organisasi tersebut dapat berada dalam keseimbangan dengan lingkungan strategisnya. Unsur-unsur dalam organisasi meliputi;
  • Tujuan organisasi dan juga tujuan setiap anggota untuk berorganisasi;
    • Teknologi/prosedur cara kerja organisasi;
    • Struktur Organisasi; dan
    • Hubungan antara anggota; dan Sistem manajerial yang dilakukan dalam kerja organisasi
Sedangkan lingkungan strategis suatu organisasi adalah:
  1. Kebijakan;
  2. Aspek sosial/ekonomi masyarakat; dan
  3. Lingkungan ekologisnya.
Dalam pembinaan perkumpulan petani pemakai air dengan paradigma lama maka pelaksanaannya dititik beratkan pada target, yaitu berapa jumlah organisasi yang terbentuk. Dalam pembentukan organisasi tersebut, langkah-langkah pelaksanaan dilakukan dengan hanya memperhatikan pembentukan struktur organisasi serta penyusunan Anggaran Dasar (AD) dan Aggaran Rumah Tangga (ART) organisasi.

Selama ini pembentukan organisasi ataupun penyusunan AD/ART dilakukan tanpa melalui suatu proses yang demokratis. Akibatnya adalah bahwa hampir sebagian besar organisasi yang sudah terbentuk tidak dapat beroperasi secara optimal. Meskipun upaya pembinaan yang dilakukan secara seragam tetapi karena adanya keragaman sosial-budaya masyarakat dan lingkungan strategis berbeda maka perkumpulan petani pemakai air yang sudah dibentuk menampilkan kinerja yang berbeda-beda pula. Untuk itu upaya pemberdayaan masyarakat beserta organisasi perkumpulan petani pemakai air juga dilakukan berbeda-beda.

Secara umum langkah-langkah pemberdayaan dilakukan sebagai berikut:
  1. Dengan metode PPKP melakukan petugas pemerintah sebagai fasilitator melakukan dialog untuk menentukan kelemahan, kekuatan, peluang, dan ancaman yang sedang dihadapi perkumpulan petani pemakai air yang sudah terbentuk dan kemungkinan untuk pembentukan perkumpulan petani pemakai air gabungan;
  2. Setelah secara dialogis pula menentukan rencana strategis langkah-langkah yang akan diambil beserta cara-cara pelaksanaan program; dan
  3. Melaksanakan program pemberdayaan secara dialogis dan partisipatif.

0 komentar:

Posting Komentar

amazon